Advertisment
Gula Aren asal Cipipisan Desa Tundagan Kec.Hantara yang diolah secara tradisonal ( Foto An/BK ) |
KUNINGAN, (BK),-
Gula merah atau gula aren merupakan produk unggulan dari sejumlah desa di kabupaten Kuningan sebelah selatan yang sudah dikenal sejak puluhan tahun. Cara pembuatan gula yang satu ini diolah secara tradisional sangat sederhana dan turun temurun . Para pengerajin dengan trampil memanfaatkan air nira ini tanpa belajar atau outodidak saja. Produk gula merah yang berkualis baik ini perlu dikembangkan agar menjadi produk unggulan untuk komoditi ekspor. Uniknya para petani pengerajin gula merah memasak air nira ini menggunakan tunggu kayu bakar serta pembungkusnya dari daun kelapa kering.
Penulis akan menguraikan proses pembuatan Gula merah secara tradisional dengan istilah dari bahasa daerah (Sunda red) sebagai berikut :
MUKAAN
Membersihkan lengan bungan pohon enau( Kawung ) yang akan disadap ( diambil air nira/lahang ) beserta ijiuk-ijuknya disekitarnya sampai benar-benar bersih.
NINGGUR
Memukul-mukul lengan (tangkai) bunga kawung dengan menggunakan alat yang terbuat dari kayu tidak terlalu keras. Pemukulan lengan bunga nira dimulai dari pangkal hingga ujung lengan (tangkai) bunga nira.secara merata pelan-pelan, yang dimaksud agar pori-pori tangkai bunga nira yang tadinya rapat menjadi renggang sehingga air nira yang dibutuhkan dari pohon nira atau aren tersebut dapat mudah keluar.
Masa atau waktu Ninggur : 1 Minggu 2 kali selama 7 hari kurang lebih 14 hingga 15 kali.
MAGAS DAN MOKO
Memotong antara ujung lengan (tangkai ) bunga nira dengan ujung pangkal tangkai bunga (langgari Sunda.red), dimana proses Ninggur oleh pengerajin (penyadap) telah dikatakan mencukupi, itupun perhitungannya dilihat dari hasil pengamatan bunga pohon Nira dan Feeling/perasaan si penyadap. Hal ini karena tidak selamanya sama proses pemagasan tiap pohon Nira tersebut. Sebab adakalanya yang dipagas ( dipotong bunganya) masih muda, bunga setengah tua dan bungah yang sudah tua.
Setelah dipagas (dipotong) dari muka pagasa lengan (tangkai) bunga Nira akan keluar rembesan air Nira (lahang) secara perlahan-lahan. Untuk memancing keluarnya air nira secara stabil maka pengerajin (penyadap) menyiapkan semacam tumbukan daun roay dan daun cacabean, serta ditempelkan pada muka pagasan tersebut dan ditutup memakai ijuk diikatkan pada tangkai atau lengan bunga nira. Lamanya Moko ini kurang lebih tiga hari.
NYADAP
Pengambilan air nira (lahang sunda.red) dari pohon aren (nira) ke gubuk (saung) tempat proses pemasakan air Nira menjadi Gula merah.
Prosesnya : Pengerajin Gula merah (penyadap Istilah sebutannya) sesudah ikatan Moko dilepas (dibuka). Tentunya sebelumnya telah menyiapkan tempat air nira terbuat dari bambu gelondongan bambu ukuran besar yang disebut tong (lodong Sunda red). Untuk memasang di lengan atau tangkai bunga Nira (aren) tong (lodong) terbuat dari bambu harus diberi seutas tali pengikat digantung dilengan nira tersebut. Sedangkan untuk membawanya agar tidak terasa berat membawa air nira tinga tau lodong diberi tali yang kuat terbuat dari bambu atau rotan, membawanya lodong (tong dari bambu) dengan cara disoren seperti membawa senapan laras panjang. Sebelum atau sesudah penyadapan tangkai (lengan ) bungan nira harus dipotong potong dengan cara diris-iris kurang lebih 3 mm yang maksudnya agar kuslitas air nira (lahang) steril (bersih) sehingga rasanya tidak masam.
Pengambilan /pergantian tong (lodong 0 dilakukan dua kali sehari (pagi-pagi jam 06 sedang sore hari jam 15.30)
NITIS
Nitis artinya Mencetak gula (pencetakan)
Peralatan yang diperlukan :
Sejenis katel (kancah sunda.red) berukuran besar yakni antara nomor 24,26 atau nomor 28.
Cetakan gula terbuat dari bambu berbentuk bulat.
Kodekan (sosodok sunda.red) terbuat pula dari bambu
Sinduk (centangan sunda.red) yaitu alat air nira bakal gula ke cetakan terbuat dari bambu juga Tempat menggelar gula (Ebeg sunda.red) terbuat pula dari bambu
Cara pengolahannya
Air nira/dari tong yang sudah diambil dari pohon dimasukan ke dalam sebuah katel (kancah) yang telah disiapkan sebelumnya diatas tungku /hawu (kompor kayu bakar ) yang sudah dinyalakan direbus sampai matang untuk dicitak. Sesudah direbus kurang lebih satu jam, tampak air nira sudah mulai berwarna coklat muda sedikit pekat barulah diangkat dan sebelum dicitak harus diaduk-aduk terlebih dahulu pakai sodokan bambu hingga merata terkenal dengan sebutan “Ngulig” sekitar 15 hingga 20 menit, barulah ketak pencetakan setelah kering kemudian tahap akhir pembungkusan gula dengan menggunakan daun kelapa yang kering, setelah dibungkus dengan kemasan alami bias langsung dijual dengan harga satu bungkus (Bonjor sunda) antara Rp 35.000 hingga Rp 50.000 tergantung ukuran gula tersebut tanpa dikilo. Para pengerajin Gula merah asal Hantara sampai kini tetap mempertahan hum indutri ini secara tradisional, serta perlu perhatian semua pihak pembudidayaan pohon nira (kawung ) agar produksi gula merah asal Hantara ini dapat berkembang dan meningkat produksinya. Karena para petani masih dalam penanaman pohon nira ini mengandalkan hewan musang yang kini mulai langka. (AN/BK)
Sumber : Kel. Paneresan Tundagan