Advertisment
Sekretaris Jenderal Gerakan Alumni HMI (GAHMI) Kabupaten Kuningan, Wildan Kamal Makarim. |
Warga Desa Tundagan dan Bunigeulis, Kecamatan Hantara, Kabupaten Kuningan, terpaksa bergotong royong membangun jalan penghubung kedua desa setelah bertahun-tahun tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah. Pembangunan ini dilakukan secara swadaya, di tengah kekecewaan masyarakat terhadap janji-janji politik yang dinilai hanya manis di bibir. Rabu (25/09/24)
"Politisi hanya manis dalam janji, tapi realisasinya nihil," ungkap seorang warga yang enggan disebut namanya.
Kondisi jalan yang rusak parah semakin diperburuk dengan pembangunan setengah hati yang dilakukan pemerintah beberapa waktu lalu, di mana aspal hanya dipasang di beberapa titik, sementara titik lainnya dibiarkan rusak.
Warga pun merasa pembangunan ini tidak murni untuk kesejahteraan mereka, melainkan hanya upaya pemerintah untuk mengamankan suara dalam pemilihan mendatang.
"Pembangunan jalan ini terkesan tidak serius, bagi kami ini adalah bentuk pengkhianatan," ujar seorang warga dengan nada kecewa.
Kondisi jalan penghubung Tundagan-Bunigeulis saat ini masih jauh dari selesai. Beberapa bagian jalan bahkan masih belum diaspal. "Beberapa jalur yang belum tuntas masih berkilo-kilometer, seperti dari Legok Nyenang ke Galumpit yang diperkirakan sekitar 1 kilometer tanpa aspal," ujar warga lainnya.
Nampak terlihat beberapa warga sedang beristirahat saat mengerjakan kegiatan gotong-royong di malam hari |
Jarak tanpa aspal ini juga ditemukan di wilayah Panyongsongan hingga Boleneng yang diperkirakan sekitar 2,5 kilometer.
Warga pun mengambil langkah sendiri untuk membangun jalan tersebut. Setiap hari, warga mengambil pasir dari Ciwerak dan bergotong royong mulai pukul 2 siang hingga malam.
"Kami bahkan pernah bekerja sampai pukul 10 malam. Banyak warga yang menyumbang makanan, seperti gorengan, nasi, kopi, dan rokok. Ini murni swadaya, kami tidak digaji," tambahnya.
Tindakan swadaya warga ini mengundang perhatian publik, terlebih setelah sebelumnya di jalan Margabakti-Sindangjawa dipasang tulisan "Maaf, jalan ini tidak menggunakan dana APBD." Tulisan tersebut dianggap mewakili kegelisahan masyarakat atas minimnya perhatian pemerintah terhadap infrastruktur di daerah terpencil.
Menurut Wildan Kamal Makarim, Sekretaris Jenderal Gerakan Alumni HMI (GAHMI) Kabupaten Kuningan, permasalahan jalan ini seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten.
"Jalan penghubung Darma -Hantara-Ciniru-Garawangi adalah jalur kabupaten, sehingga anggarannya pun harus dari kabupaten, bukan desa," ujarnya.
Wildan juga menyoroti peran anggota dewan yang dinilainya kurang optimal dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat di dapilnya.
"Saya sangat mempertanyakan peran fungsi anggota dewan sebagai wakil rakyat. Kemenangan mereka adalah kemenangan masyarakat, dan mereka seharusnya peduli, terutama terkait infrastruktur yang vital bagi ekonomi rakyat," tuturnya.
Ia menambahkan bahwa pembangunan infrastruktur yang lambat di desa-desa berbanding terbalik dengan pembangunan di kota yang cepat direalisasikan.
"Pembangunan di kota cepat, sementara di kantong-kantong suara desa dibiarkan. Ini soal cara pandang, mindset anggota dewan yang keliru dan perlu dievaluasi," pungkas Wildan.
Warga berharap ke depan siapapun pemimpin yang terpilih dapat menuntaskan persoalan infrastruktur ini demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (Apip / BK)