Jumat, 11/01/2024 10:05:00 AM WIB
BirokrasiHeadline

Dakwah dan Politik: Harmoni untuk Membangun Masyarakat Madani

Advertisment

Oleh: Hasna Ribathul Fahma
(Hukum Ekonomi Syariah) STISHK Kuningan






KUNINGAN, (BK).- 

Dalam ajaran Islam, dakwah tidak hanya menjadi sebuah ritual keagamaan, tetapi juga menjadi upaya penting dalam membina masyarakat yang berlandaskan nilai-nilai kebaikan. Kewajiban berdakwah tak hanya terletak pada pundak para ulama atau tokoh agama, melainkan menjadi tanggung jawab setiap muslim sesuai dengan kapasitas pengetahuan dan kemampuan mereka. Dakwah dapat diwujudkan melalui banyak cara, mulai dari memberi teladan yang baik, menyampaikan nasihat secara bijaksana, hingga melakukan tindakan-tindakan sederhana yang mampu menginspirasi orang lain untuk berbuat baik. Dalam konteks ini, dakwah menjadi alat yang bukan hanya menyebarkan ajaran Islam tetapi juga menjaga harmoni sosial dan mencegah kerusakan moral dalam masyarakat.

Namun, menghadapi tantangan era global yang semakin kompleks, dakwah tidak cukup hanya dilakukan dengan ceramah atau pengajaran di mimbar. Ada kebutuhan untuk mengembangkan dakwah bil-hal, yaitu dakwah melalui perbuatan dan tindakan nyata. Dakwah bil-hal ini memiliki dua aspek: pertama, melalui teladan dan contoh langsung kepada masyarakat; kedua, melalui implementasi kebijakan atau regulasi yang berpihak pada kesejahteraan sosial. Agar misi ini bisa tercapai, hubungan yang harmonis dalam ranah politik menjadi penting.

Pengintegrasian dakwah dengan politik bukanlah hal baru. Nabi Muhammad SAW memberi contoh bahwa dakwah dapat berjalan seiring dengan politik. Setelah hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad tidak hanya menjadi pemimpin spiritual tetapi juga kepala negara. Beliau merumuskan Piagam Madinah, sebuah dokumen penting yang mengatur hubungan antar suku dan komunitas, serta membentuk masyarakat yang adil dan harmonis berdasarkan nilai-nilai Islam. Dalam perannya sebagai pemimpin politik, beliau menegakkan hukum, melindungi hak-hak individu, dan mendorong keadilan sosial sebagai nilai fundamental.

Namun, di masa kini, keterlibatan tokoh agama dalam politik seringkali menimbulkan pro dan kontra. Sebagian masyarakat memandang bahwa tokoh agama yang terjun ke dunia politik seolah mengorbankan kesucian pengetahuan agamanya demi kepentingan duniawi. Pandangan seperti ini, jika terus berkembang, bisa menghambat upaya dakwah yang lebih luas melalui jalur kebijakan.

Faktanya, politik bisa menjadi jalan efektif untuk memperluas cakupan dakwah. Melalui kekuasaan politik, seseorang dapat memengaruhi kebijakan yang sejalan dengan nilai-nilai agama. Seorang pemimpin politik dengan pemahaman agama yang mendalam memiliki kemampuan untuk menciptakan kebijakan yang tidak hanya berlandaskan hukum, tetapi juga beretika dan selaras dengan nilai agama, sehingga dapat memfasilitasi kehidupan sosial yang lebih harmonis. Di sinilah peran politik dalam mendukung dakwah, yaitu dengan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan ajaran agama dan penyebaran nilai kebaikan.

Kendati demikian, penting untuk diingat bahwa terjun ke dunia politik menuntut integritas, transparansi, dan niat yang lurus. Politik sebagai sarana dakwah tidak boleh menafikan prinsip-prinsip moral dan harus dijalankan dengan bijaksana serta bertanggung jawab.

Kesimpulannya, dakwah dan politik bukanlah dua hal yang harus dipisahkan. Keduanya bisa diintegrasikan untuk menciptakan masyarakat madani yang harmonis, adil, dan sejahtera. Dakwah sebagai ruh dari penyebaran nilai-nilai Islam, bila diiringi dengan politik yang berpihak pada kemaslahatan umum, akan mampu membentuk masyarakat yang berlandaskan pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Wallahu a’lam bissha wab.(Apip/ BK)