Advertisment
KUNINGAN, (BK).-
Debat kandidat calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Kuningan yang berlangsung pada Minggu, 3 November 2024, mendapat sorotan dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kuningan. Menurut HMI, kualitas debat ini jauh dari harapan masyarakat karena lebih banyak diwarnai sindiran daripada gagasan yang mendalam. Selasa (5/11/24)
Ketua Umum HMI Kuningan, Eka Kasmarandana, menyampaikan rasa kecewanya terhadap jalannya debat yang ia nilai belum memenuhi ekspektasi, terutama dari segi visi dan misi yang seharusnya ditawarkan oleh masing-masing kandidat.
"Debat seharusnya menjadi ajang untuk para calon menunjukkan pemahaman mereka terhadap isu-isu strategis di Kabupaten Kuningan dan menawarkan solusi konkret," kata Eka.
Berdasarkan tayangan yang disiarkan di media sosial, Eka menilai bahwa debat publik perdana ini lebih menyerupai ajang retorika belaka.
"Debat ini berubah menjadi sekadar forum untuk saling lempar sindiran, bukan ajang menguji ide dan mempertahankan argumen dengan data yang kuat," ujarnya.
Menurutnya, hanya sedikit kandidat yang mempertanyakan kelemahan program lawan atau membela visinya secara sengit dengan argumen yang kokoh. Eka menambahkan bahwa minimnya substansi dalam debat ini justru menjadi ancaman bagi kualitas demokrasi di Kuningan.
"Debat yang kosong gagasan ini bisa memunculkan pemimpin yang terpilih bukan karena kapabilitas, melainkan karena kemampuan menarik perhatian dengan retorika semata," imbuhnya.
Ia menekankan pentingnya pemimpin yang memiliki kemampuan berpikir kritis dan dapat merumuskan solusi realistis bagi masyarakat.
Eka mengungkapkan bahwa ketidakmampuan para kandidat dalam memahami masalah masyarakat menyebabkan apa yang disampaikan dalam debat cenderung menjadi bahan olok-olok.
“Memahami persoalan masyarakat membutuhkan perspektif dan pengalaman. Tanpa dua hal tersebut, ide atau gagasan yang disampaikan kandidat cenderung kosong dan tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat,” jelasnya.
Tidak hanya mengkritik para kandidat, HMI juga memberikan catatan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kuningan sebagai penyelenggara debat. Menurut Eka, KPU perlu memperbaiki persiapan teknis debat dan lebih transparan dalam penggunaan anggaran.
“Kami mencatat adanya persiapan yang kurang maksimal serta transparansi anggaran yang tidak terbuka. Ini menjadi catatan penting bagi KPU yang harus disikapi dengan serius,” kata Eka.
Dalam Keputusan KPU Nomor 1363 Tahun 2024, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota difasilitasi untuk mengadakan debat publik maksimal tiga kali selama masa Pilkada. Menanggapi hal ini, Eka berharap ada debat lanjutan agar masyarakat lebih memahami visi dan misi para kandidat secara mendalam
"Satu kali debat belum cukup untuk menampilkan esensi perdebatan yang berkualitas. Kami berharap masyarakat dapat melihat visi dan misi yang jelas dari masing-masing calon," ujarnya.
Eka juga mengimbau agar debat di masa mendatang lebih difokuskan pada penyelesaian masalah yang ada di Kabupaten Kuningan.
"Jadikanlah debat sebagai forum diskusi publik yang bermakna, bukan sekadar ajang tampil di depan kamera atau media sosial,” pungkasnya. (Apip/ lBK)
Eka mengungkapkan bahwa ketidakmampuan para kandidat dalam memahami masalah masyarakat menyebabkan apa yang disampaikan dalam debat cenderung menjadi bahan olok-olok.
“Memahami persoalan masyarakat membutuhkan perspektif dan pengalaman. Tanpa dua hal tersebut, ide atau gagasan yang disampaikan kandidat cenderung kosong dan tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat,” jelasnya.
Tidak hanya mengkritik para kandidat, HMI juga memberikan catatan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kuningan sebagai penyelenggara debat. Menurut Eka, KPU perlu memperbaiki persiapan teknis debat dan lebih transparan dalam penggunaan anggaran.
“Kami mencatat adanya persiapan yang kurang maksimal serta transparansi anggaran yang tidak terbuka. Ini menjadi catatan penting bagi KPU yang harus disikapi dengan serius,” kata Eka.
Dalam Keputusan KPU Nomor 1363 Tahun 2024, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota difasilitasi untuk mengadakan debat publik maksimal tiga kali selama masa Pilkada. Menanggapi hal ini, Eka berharap ada debat lanjutan agar masyarakat lebih memahami visi dan misi para kandidat secara mendalam
"Satu kali debat belum cukup untuk menampilkan esensi perdebatan yang berkualitas. Kami berharap masyarakat dapat melihat visi dan misi yang jelas dari masing-masing calon," ujarnya.
Eka juga mengimbau agar debat di masa mendatang lebih difokuskan pada penyelesaian masalah yang ada di Kabupaten Kuningan.
"Jadikanlah debat sebagai forum diskusi publik yang bermakna, bukan sekadar ajang tampil di depan kamera atau media sosial,” pungkasnya. (Apip/ lBK)